tabber

Learning Blogger akan memberi ilmu tentang tips dan trik blogger , tutorial blogger dan template SEO

Blogroll

a
Latest Post

Santri Desak PT Garam Pedulikan Lingkungan Kumuh

Written By kaconk on Senin, 30 September 2013 | 06.13

SumenepSantriNews.com. Kerusakan lingkungan ternyata tidak hanya menjadi isu krusial kota-kota besar. Pelosok desa yang mulai menggeliat juga dihadapkan pada persoalan yang sama.

Misalnya di Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget. Ia menjadi salah satu desa yang mulai dijangkiti kekumuhan. Serakan sampah tampak memenuhi ruang-ruang publik. Ironisnya, PT Garam sebagai salah satu BUMN yang beroperasi di desa tersebut seolah tak memiliki kepedulian.

Persoalan ini mendapat perhatian serius dari Forum Masyarakat Santri (FMS). Edi Susanto, ketua FMS, mengungkapkan bahwa kekumuhan ini merupakan salah satu bentuk apatisme masyarakat terhadap lingkungan.

“Parahnya lagi, PT Garam, BUMN yang beroperasi di sini tidak mau peduli, “ beber dia kepada Santrinews.com, saat ditemui di kediamannya, Senin, 30 September 2013.

Ia menjelaskan, tumpukan sampah yang tak terurus itu juga memenuhi salah satu saluran air PT Garam yang melintasi Desa Pinggir Papas. Akibatnya, ketika PT Garam melakukan pompa air ke area lahan garam, genangan airnya sampai ke rumah penduduk.

“Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Lima sampai sepuluh tahun ke depan, Pinggir Papas bisa banjir seperti Jakarta. Apalagi saluran air PT Garam yang terus mengalami pendangkalan,” tandasnya dengan nada penuh sesal. (met/onk).

Simbol Hidup Sederhana Sandal Jepit

Written By kaconk on Sabtu, 14 September 2013 | 20.53

Oleh: Dawiyatun
SantriNews.com. Beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan seorang perempuan setengah baya. Pakaiannya terlihat begitu sederhana: memakai sarung sembarang dan baju kebaya klasik. Sambil tergesa-gesa dengan sandal jepit yang masih kukuh di kakinya. Iseng-iseng saya bertanya, “Emak ini mau ke mana?”
“Ini Nak, mau ke tetangga sebelah. Katanya tadi kecelakaan. Mau ikut Nak?” Jawab perempuan itu dengan ramah.
“Saya tidak punya apa-apa yang mau dibawa ke sana, Emak!”
“Usst…, keluhuran dan keramahan sikap lebih baik dari sekadar pemberian materi,” tegas Si Emak sambil menyeret tangan saya untuk berjalan mengikutinya.
***
Cerita ini menimbulkan sesuatu yang unik dalam pikiran saya. Ada makna yang tersembunyi tentang sikap bijak yang keluar dengan nada keikhlasan. Secara tidak langsung, sikap Si Emak dalam penggalan cerita di atas mengajak kita untuk lebih mengenali diri sebagai makhluk spiritual; yang semata-mata tidak sibuk dengan urusan duniawi.
Kita menemukan nilai kesederhanaan yang diwujudkan dengan kepekaan dan kepeduliaan terhadap sesama. Kepedulian ini munkin semacam gerak kukuh ‘sandal jepit’.
Sandal jepit merupakan lambang kesederhanaan hidup seseorang, yang dewasa ini sudah mulai menipis. Sederhana, sebuah kata yang mudah diucapkan tetapi sulit cara penerapannya. Manusia makhluk yang jarang cepat puas. Selalu saja ujung dari sebuah pencariannya bertemu pada titik kurang. Keadaan itu persis seperti orang yang selalu mendongak ke atas dan lengah menatap ke bawah.
Kita tahu, ‘sandal jepit’ yang dijual di pasar-pasar dengan harga sepuluh ribu atau bahkan di bawah itu memiliki fungsi yang sama dengan sandal yang harganya di atas seratus ribu. Ironisnya, kita lebih memilih sandal yang harganya mahal dengan satu alasan: gengsi.
Di zaman sekarang pergeseran nilai fungsi ke gengsi sudah marak. Pemenuhan kebutuhan pokok tidak lagi menimbang sekadar fungsi, tetapi lebih pada gengsi. Biasanya, citra gengsi jauh lebih mahal dari nilai fungsi. Bahkan, bisa berkali-kali lipat. Itulah yang menyebabkan manusia ingin selalu tampil “Wah!”
Karena itu, banyak orang tanpa sadar kehilangan daya pekanya. Kepekaan pada lingkungan sekitarnya menjadi tumpul. Bahkan mungkin, di tengah hiruk pikuknya mengejar yang atas, tanpa terasa kalau yang di bawah terinjak-injak.
Dalam lingkup yang lebih luas, seperti pemerintah atau para elite kekuasaan dalam kehidupan sosial senantiasa menipu dirinya dengan berbagai kemegahan hidup yang bersifat sementara. Mereka menganggap suatu hal yang tidak pantas apabila seorang pejabat tinggi memakai sandal jepit dengan harga yang murah ketika pergi ke masjid.
Mereka enggan mampir ke warung makan untuk sekedar menikmatinya bersama orang-orang kecil. Mereka lebih memilih makanan di restorant. Mereka merasa malu apabila membeli baju di pasar-pasar. Mereka tidak lagi peduli dengan “fungsi.”
Orang menjadi tidak mampu menyelami apa yang harus diutamakan dalam kehidupan. Sulit merasakan kalau di saat kita terlelap dalam keadaan kenyang, sejumlah tetangga terus terjaga menahan rasa lapar. Sulit menangkap keinginan anak-anak tetangga untuk tetap bersekolah, ketika sebagian kita tengah sibuk mencari sekolah top buat anak-anak mereka.
Ketidakpekaan itu akhirnya menggiring diri untuk tampil tak peduli. Sehingga kesederhanaan yang merupakan teladan para Nabi menjadi barang langka banyak manusia mulai atau bahkan telah meninggalkannya.
Hidup sederhana, yang saya simbolisasikan dengan sandal jepit tidak berarti hidup dalam kesengsaraan, kemiskinan, kemelaratan dan serba kekurangan. Kesederhanaan merupakan pola pikir dan pola hidup yang proporsional, tidak berlebihan dan mampu memprioritaskan sesuatu yang lebih dibutuhkan.
Kesederhanaan ialah kemampuan untuk ikhlas menerima yang ada dan berusaha untuk berlaku adil dan bersyukur atas setiap rezeki yang diberikan dengan tetap menggunakannya pada hal-hal yang bermanfaat dan berarti. Kemampuan itulah yang memberikan manfaat dan menjadi energi dalam kehidupan kita. Lalu apa manfaat kesederhanaan sebagai energi kehidupan?.
Setidaknya dengan membiasakan diri hidup sederhana, akan tertanam dalam diri kita sifat qona’ah; sifat menerima dan menikmati hidup apa adanya. Kita akan tampil sebagai pribadi yang kuat dalam segala kondisi. Keindahan dari sebuah kesederhanaan akan mencerminkan karakter seseorang.
Dan dengan sederhana, kita bisa melihat nikmat sekecil apapun yang diberikan oleh Tuhan. Sehingga hati kita tertuntun untuk selalu bersyukur pada-Nya. Jadi, Kesederhanaan itu penting. Setidaknya untuk mengajarkan kita menjadi pribadi yang bijaksana dalam bertindak. (met).

Dawiyatun Lahir di Sumenep, 11 Pebruari 1992. Alumni MA. Mahwil Ummiyah Dungkek Sumenep, Madura. Sekarang menempuh studi di STAINPamekasan.

Seni, Strategi Baru Dakwah Kaum Sarungan

Written By kaconk on Selasa, 10 September 2013 | 18.50

Sumenep-SantriNews.com. Santri tidak lagi identik dengan kaum sarungan. Santri tidak sekadar ngaji kitab kuning dan mimpin tahlil semata. Tapi santri sudah dapat merambah berbagai dimensi masyarakat dalam melakukan dakwah.
Minggu (8/9) sekitar seratus-an santri dari berbagai komunitas seni pesantren berkumpul di Asta Apae, di dusun Antaka, Cabbiya, Talango. Mereka yang tergabung dalam paguyuban Masyarakat Seni Pesantren (MSP) berkumpul dalam rangka acara rutin “Ahab Kalebunan.”
Dalam acara rutin inilah, para santri mengekpresikan ide dan gagasan dakwah mereka melalui seni. Turmidzi Jaka, ketua MSP, menuturkan bahwa paguyuban yang dipimpinnya dimaksudkan untuk menemukan impuls kesenian yang intens. “dengan membiarkan setiap komunitas mengekpresi diri, lalu mengolah gagasan tersebut ke dalam bentuk kesenian, akan memungkin munculnya gairah seni anak muda, “ tuturnya.
MSP mulanya tumbuh bersama Lesbumi. Tapi pada perkembangannya, MSP lebih memilih mandiri. Pilihan untuk mandiri disebabkan oleh keinginan untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat. Mahendra, salah satu pegiat MSP menegaskan perlunya sikap independen dalam melakukan dakwah ke masyarakat. “Kaum santri seharusnya dapat bersikap independen. Tujuannya agar santri tetap menjadi panutan masyarakat.” tandasnya.
Lebih jauh, alumni pondok pesantren Mathali’ul Anwar dan UIN sunan Kalijaga ini berharap, para lulusan pesantren hendaknya memiliki strategi baru dalam berdakwah. “Sekarang masyarakat tidak hanya butuh pemecahan hukum agama. Tapi mereka juga butuh hal-hal lain. untuk itulah, MSP mencoba hadir, “ imbuhnya. (SW)
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. NGATORRAGI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger